MEDAN - ,(SHR) Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri mengatakan mendukung demo yang menolak Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada), karena itu merupakan gerakan rakyat yang berbasis hati nurani.
Megawati menyampaikan hal itu saat memberikan pidato dalam pengumuman bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah gelombang dua yang diusung PDIP di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Hari ini saya mendapat laporan begitu banyak pergerakan seluruh elemen masyarakat, termasuk civil society dan mahasiswa semua tergerak karena nuraninya,” kata Megawati dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV.
Merespon pernyataan Ketua Umum PDIP tersebut, aktivis 98 Muhammad Ikhyar Velayati (foto) mengatakan, rakyat pasti tahu mana parpol dan elit yang berjuang untuk demokrasi dan mana yang pura-pura demokratis.
“Rakyat pasti tahu mana emas dan mana loyang, siapa pendukung demokrasi dan siapa yang kontra demokrasi,” kata Ikhyar di Medan, Sabtu (24/8/2024).
Ikhyar menambahkan, saat ini ada elit dan partai besar yang teriak mendukung keputusan MK terkait penurunan ambang batas Pilkada, dengan alasan demokrasi, padahal dulu berjuang agar ambang batas parliamentary treshold dinaikkan menjadi 5 persen secara berjenjang, serta juga merekomendasikan agar parliamentary treshold dinaikkan minimal 20 persen.
Sebagai informasi, dalam Rakernas PDIP tahun 2020, salah satu rekomendasi PDIP adalah mengubah sistem pemilu.
Menurut PDIP, sebaiknya pemilu legislatif (Pileg) kembali menerapkan sistem proporsional tertutup dan ambang batas (parliamentary threshold) yang berjenjang dari tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten.
“Rakernas I PDI Perjuangan 2020 merekomendasikan kepada DPP Partai dan Fraksi DPR RI PDI Perjuangan untuk memperjuangkan perubahan UU Pemilu untuk mengembalikan Pemilu Indonesia kembali menggunakan sistem proporsional daftar tertutup, peningkatan ambang batas parlemen sekurang-kurangnya 5%, pemberlakuan ambang batas parlemen secara berjenjang (5% DPR RI, 4% DPRD Provinsi, dan 3% DPRD Kabupaten/Kota),” demikian bunyi rekomendasi PDIP.
Dalam pernyataannya beberapa waktu yang lalu, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto juga mengatakan, pihaknya mendukung mempertahankan ambang batas presidential threshold sebesar 20 persen untuk efektivitas kerja pemerintah. Hal tersebut dikatakan Hasto usai penutupan pelatihan Baguna PDIP se-Jabodetabek, di Jakarta, Rabu (22/12/2021).
Berpolitik itu dengan teori politik. Selain itu, juga belajar praktik-praktik pemerintahan negara. Minimum 20 persen itu untuk memastikan efektivitas kerja pemerintahan yang dipilih rakyat,” kata Hasto.
Sementara politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno, juga menyatakan tak sepakat dengan usulan penurunan presidential treshold, sebab menurutnya, presidential threshold penting untuk diterapkan agar sistem presidensial tetap kuat.
Bahkan, kata dia, PDIP ingin presidential threshold dinaikkan menjadi 30 persen dan parliamentary threshold 10 persen.
“Yang ideal sesuai rumus umum di negara-negara sistem presidential parliamentary threshold 10 persen, dan presidential threshold 30 persen, agar sistem presidensial berjalan seiring dengan multipartai sederhana,” ujar Hendrawan kepada wartawan, Rabu, 15 Desember 2023.
Selalu Berubah
Ikhyar menyindir perilaku elit dan partai politik yang selalu berubah ubah sesuai dengan kepentingan politiknya.
“Dulu mereka beralasan parliamentary treshold dan presidential treshold harus tetap tinggi, agar sistem presidensial tetap kuat, sekarang mereka katakan penurunan ambang batas syarat Pilkada sebagai aspirasi dan gerakan hati nurani rakyat, ini seperti kata pepatah ‘Tiba di perut dikempiskan, tiba di mata dipicingkan, tiba di dada dibusungkan,” sindir ikhyar.
Ikhyar menuturkan, publik tentu masih ingat siapa saja elit dan Parpol tersebut yang menolak penurunan ambang batas presidential treshold dan parliamentary treshold, karena masih segar dan tersimpan rapi jejak digitalnya.
Ikhyar menambahkan, penolakan terhadap penurunan angka presidential treshold dan parliamentary treshold berdampak tersingkirnya partai kecil serta tidak munculnya calon pemimpin alternatif, dan ini akan menimbulkan oligarki politik yang semakin kuat di Indonesia.
“Tapi saat ini, elit parpol tersebut dengan lantang bilang bahwa putusan MK sebagai kemenangan melawan oligarki politik,” sindir Ikhyar.(Tim)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.