MEDAN,(SHR) Terkait gonjang-ganjing terkait persoalan yang diadukan Forum Diskusi dan Advokasi Masyarakat Sukarame dan Sukarame Baru (FORDAMSUSUBA) tentang Perambahan Hutan dan Penguasaan Hutan dan Suaka Alam, Rahmat Teodorus Simamora, S.P angkat bicara.
Kepada Wartawan, Selasa(24/12) Pembina FORDAMSUSUBA menegaskan jika legalitas yang dimiliki BSP Sumut II PT. Grahadura Leidong Prima pantas dipertanyakan.
Rahmat menyebut BSP Sumut II PT. GLP menguasai dan mengelolah hutan suaka alam berdasarkan patok dan tiitk kordinat yang ditemui dilapangan.
“ jelas disana ada patok dan penanda lainnya yang menunjukkan jika areal tersebut disebut merupakan kawasan hutan. Namun BSP Sumut II PT. GLP masih terus melakukan kegiatan disana. Alat berat berupa Excavator masih terus bekerja merusak hutan suaka alam tersebut,” ujarnya.
Rahmat Theodorus Simamora, S.P, Alumni Institute Pertanian Stipper (INSTIPPER) Yogyakarta tersebut mengatakan jika sesuai dengan surat SK.531/MenLHK/SETJEN/KUM.1/8/2021 tanggal 30 Agustus 2021 tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap II nomor urut 120, PT. Grahadura Lendong Prima masuk dalam kawasan hutan.
Lebih lanjut, Rahmat menjelaskan jika berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Cara Pengenaan Sanksi Administrasi di Bidang Kehutanan yang berbunyi :
Pasal 2 ayat (1) bahwa setiap kegiatan usaha di dalam kawasan hutan wajib memiliki Perizinan Berusaha di Bidang Kehutanan, Persetujuna Menteri, kerjasama, atau kemitraan di bidang kehutanan.
Pasal 2 ayat (2) bahwa setiap kegiatan usaha di dalam Kawasan Hutan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3 ayat (1) bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam Kawasan Hutan dan memiliki Izin Lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berlaku.
Pasal 3 ayat (3) bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain yang telah terbangun di dalam Kawasan Hutan yang dilakukan sebelum berlakuknya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan , dikenai sanksi Adminitrasi.
Pasal 4 ayat (1) bahwa Kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam Kawasan Hutan dan memiliki Izin Lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan sebagai mana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang pada saat usaha pertama kali dibangun dan/atau di operasikan.
Berdasarkan hal tersebut, Rahmat menilai jika legalitas yang dimiliki BSP Sumut II PT. Grahadura Leidong Prima tak memiliki legal standing yang jelas.
Aduan FORDAM SUSUBA ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan ke Poldasu dengan Perambahan Hutan Suaka Alam sangat kuat.
"Alih fungsi hutan suaka alam ke perkebunan kelapa sawit yangg dilakukan BSP Sumut II PT Grahadura Leidong Prima (GLP) dan tidak membayar psdh (Pendapatan Negara Bukan Pajak), menjadi kurang lebih 400 miliar mulai THN 1996 sampai sekarang beserta dendanya," ujarnya.
Rahmat meminta agar Aparat Hukum baik Keplisian dan Kejaksaan tegak lurus dalam menertibkan oknum-oknum dan Perusahaan perusahaan nakal yang “Rakus” dalam mengelola hutan.
“Kami meminta Kejatisu dan Poldasu turun tangan menyelidiki kasus ini agar sejalan dengan komitmen Presiden Republik Indoenesia Prabowo Subianto yang sudah memberi perintah kepada Kajagung dan Menteri Kehutanan untuk memberantas Perkebunan Kelapa Sawit ilegal untuik membantu APBN yg bebannya sudah sangat berat,” tutupnya. (Tim)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.