Kasus OTT Dua Ketua MKKS Terkait Pemotongan Dana BOS di Kabupaten Batu Bara Berbuntut Panjang

 
Batubara,(SHR)Aksi Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua oknum Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA/SMK di Kabupaten Batu Bara, pada Kamis 14 Maret 2025 lalu, berbuntut panjang.

Pasalnya, salah seorang istri dari kedua oknum yang terjaring OTT terkait kasus dugaan korupsi pemotongan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA/SMK di Kabupaten Batu Bara oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) tersebut, tak terima suaminya dijadikan tersangka.

Wanita bernama Saidatul Fitri itu menyebut, suaminya merupakan korban pemerasan oknum nakal dari kepolisian dan kejaksaan. Bahkan informasinya, Saidatul Fitri, telah melaporkan seorang oknum anggota polisi berinisial Bripka ASR.

Oknum polisi dari Satreskrim Unit Tipikor Polres Batu Bara tersebut, dilaporkan ke Propam Polda Sumut atas dugaan pemerasan. Dimana, Bripka ASR diduga meminta 'upeti' dari pencairan dana BOS di Kabupaten Batu Bara. 

Kepada awak media, Saidatul Fitri membeberkan bahwa barang bukti uang yang diamankan penyidik Kejati Sumut saat suaminya terjaring OTT, merupakan uang setoran untuk oknum polisi dan jaksa.

Menurut Saidatul Fitri, sebelum terjaring OTT, suaminya dihubungi Bripka ASR via telepon seluler. Bripka ASR sebutnya, meminta uang Tunjangan Hari Raya (THR) kepada suaminya dari pencairan dana BOS tersebut.

"Kalau tidak salah bulan Februari atau Maret saat itu saya yang menerima panggilan, berinisiatif mengaktifkan spikernya. Bripka ASR bilang sudah cair dana BOS, jangan lupa THR-nya," beber Saidul Fitri kepada media, Sabtu (11/4/2025).

Usai mendengar percakapan tersebut, Saidatul Fitri kemudian bertanya kepada suaminya siapa saja yang dimintai 'upeti', dan berapa nominalnya, serta apa sanksi jika tidak memberikan setoran kepada 'oknum-oknum nakal' tersebut.

"Suami jawab, biasalah THR buat Polres Batu Bara sama Kejaksaan Batu Bara. Semua kepala sekolah dengan jumlah beda-beda sesuai jumlah murid. Kalau tak dikasih, nama sekolah dicatat, dan akan sering didatangi untuk dicari kesalahan," ungkapnya.

Berdasarkan bukti yang dimiliki, Saidul Fitri kemudian melaporkan Bripka ASR ke Propam Polda Sumut. Bahkan rencananya, Saidul Fitri juga akan melaporkan oknum jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Batu Bara, terkait dugaan pemerasan.

Seperti diberitakan sebelumnya, penyidik Kejati Sumut melakukan OTT terhadap dua oknum Ketua MKKS terkait kasus dugaan korupsi pemotongan dana BOS SMA/SMK se-Kabupaten Batu Bara pada Kamis 14 Maret 2025 lalu.

Kedua oknum yang terjaring OTT tersebut yakni Sulistio selaku Ketua MKKS SMK, dan Muhammad Kamil selau Ketua MKKS SMA. Selain kedua tersangka, penyidik juga mengamankan barang bukti berupa uang sebanyak Rp319 juta pada operasi senyap tersebut.

Kedua tersangka diduga mengumpulkan uang dari Kepala SMK/SMA, baik negeri maupun swasta se-Kabupaten Batu Bara yang bersumber dari dana BOS Tahun Anggaran 2025.

Menanggapi hal serius itu, Ketua Bidang Analisa Data dan Pelaporan Republik Corruption Watch Sumatera Utara (RCW Sumut), Sunaryo saat dimintai tanggapannya, sangat mendukung atas keberanian Saidul Fitri melaporkan 'oknum-oknum nakal' tersebut.

Pasalnya tegas Sunaryo, aksi pemerasan dana BOS oleh aparat, sudah menjadi rahasia umum karena disinyalir telah berlangsung sejak lama. Demi keadilan, pihaknya mengajak masyarakat secara bersama-sama mendukung keberanian Saidul Fitri mengungkap kasus tersebut.

"Harapan kita kasus ini bisa terungkap secara gamblang ke publik, biar jelas siapa sebenarnya pemain dan aktor di balik pemotongan dana BOS yang saya yakini tidak hanya terjadi di Kabupaten Batu Bara saja," ungkapnya kepada media di Medan, Senin (14/4/2025).

Pihaknya mengapresiasi pengungkapan kasus pemerasan kepala sekolah oleh oknum aparat yang diduga terjadi pada setiap pencairan dana BOS, baik di sekolah negeri maupun swasta. Akibat perbuatan para 'oknum nakal', dunia pendidikan dan institusi terkait, jadi tercoreng.

Masih jelas dalam ingatan, mantan Pjs Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, Kompol RS, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan 12 kepala sekolah.

Selain Kompol RS, Brigadir BSP selaku mantan penyidik pembantu pada Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut juga jadi tersangka. Terkait kasus tersebut, Kompol RS dikenakan sanksi pecat atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Pol Bambang Tertianto mengatakan, keduanya dipecat usai terbukti memeras 12 kepala sekolah di Sumut sebesar Rp4,7 miliar. Uang tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik di Dinas Pendidikan (Disdik) Sumut.

"Fakta mana lagi yang mau didustakan," kata Sunaryo sembari mendesak Kapolda dan Kajati Sumut segera memeriksa masing-masing anggotanya, termasuk Kapolres dan Kajari Batu Bara, diduga sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas kasus tersebut. (m/Tim)
Share on Google Plus

About swarahatirakyat

Media Online
www.SwaraHatiRakyat.Com
"Menyuarakan Hati untuk Kebenaran"
Telp.Redaksi : 0813-9764-0276

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.